Waktu Istirahat di Kapal: Peraturan, Tanggung Jawab, dan Penerapan di Lapangan
Waktu Istirahat di Kapal: Peraturan, Tanggung Jawab, dan Penerapan di Lapangan
20 Okt. 2025
45
Syarat dan Ketentuan Perjanjian Kerja Pelaut (10)
Waktu Istirahat di Kapal: Peraturan, Tanggung Jawab, dan Penerapan di Lapangan
1. Mengapa Topik Ini Penting
Kehidupan di laut tidak pernah berhenti. Kapal beroperasi 24 jam sehari, tujuh hari seminggu — navigasi, permesinan, pemeliharaan, dan keselamatan berlangsung terus menerus. Karena itu, standar ketenagakerjaan internasional di sektor maritim dibangun atas prinsip: menjamin waktu istirahat minimum dan mencegah kelelahan, apa pun situasi operasionalnya.Istirahat bukan hanya masalah kenyamanan, tetapi merupakan faktor keselamatan utama. Kelelahan dan kurang tidur secara langsung meningkatkan risiko kesalahan navigasi, kecelakaan, dan cedera. Semua konvensi internasional menegaskan hal yang sama: pengelolaan kelelahan adalah masalah keselamatan, bukan kemewahan.
2. Kerangka Hukum Internasional
MLC 2006 (Maritime Labour Convention)
Standar A2.3 menetapkan ketentuan minimum:
Setidaknya 10 jam istirahat setiap 24 jam;
Setidaknya 77 jam istirahat setiap 7 hari;
Waktu istirahat dapat dibagi menjadi maksimal dua periode, salah satunya tidak kurang dari 6 jam, dan jarak antara kedua periode tidak boleh lebih dari 14 jam.
Pengecualian sementara (latihan darurat, keadaan bahaya, atau situasi keselamatan) diperbolehkan, tetapi harus diikuti dengan waktu istirahat pengganti (compensatory rest). Untuk pelaut di bawah usia 18 tahun, standar istirahatnya lebih tinggi.
ILO C180 (Konvensi Jam Kerja dan Awak Kapal, 1996)
Menguatkan ketentuan MLC dan menambahkan prinsip penting: Jika pengaturan kerja atau jumlah awak kapal tidak memungkinkan penerapan waktu istirahat yang diwajibkan, hal ini dianggap kegagalan manajemen, bukan kesalahan individu pelaut.
STCW (Section A-VIII/1)
Mengatur waktu istirahat untuk petugas jaga di anjungan dan kamar mesin serta cara pencatatannya. Semua latihan, alarm, atau pelatihan wajib dihitung sebagai jam kerja dan tidak boleh secara rutin mengurangi waktu istirahat minimum.
Pedoman IMO/ILO tentang Manajemen Kelelahan
Merekomendasikan agar perusahaan menerapkan sistem manajemen risiko kelelahan dalam ISM Code. Ini mencakup penyesuaian jadwal pelayaran, peninjauan sistem jaga, dan evaluasi kecukupan jumlah awak.
Perjanjian Bersama (Collective Bargaining Agreements / CBA)
Perjanjian seperti ITF/IBF memberikan perlindungan tambahan:
pencatatan waktu kerja dan istirahat;
pembayaran lembur;
pemberian istirahat pengganti jika jadwal terganggu.
Semua CBA wajib mematuhi atau melebihi ketentuan MLC dan STCW.
3. Apa yang Termasuk Waktu Istirahat
Waktu istirahat adalah periode ketika pelaut bebas dari tugas dan tanggung jawab kerja serta dapat menggunakan waktunya secara bebas.Yang tidak dianggap sebagai istirahat antara lain:
jaga di anjungan atau kamar mesin;
pekerjaan perawatan atau perbaikan;
latihan, alarm, atau operasi kargo;
waktu siaga (stand-by) di mana pelaut harus siap bekerja sewaktu-waktu.
Waktu makan dapat dihitung sebagai waktu istirahat hanya jika pelaut benar-benar bebas dari tugas.
4. Pencatatan Waktu Istirahat
Dokumen utama adalah Work/Rest Hours Record (Catatan Jam Kerja/Istirahat). Catatan ini harus diisi setiap hari dan ditandatangani oleh pelaut serta kapten (atau mualim pertama) setidaknya seminggu sekali.Salinan harus disimpan di kapal dan di kantor perusahaan pengelola. Jika sistem elektronik digunakan, versi cetak tetap wajib tersedia untuk inspeksi.Inspektur PSC dan MLC akan membandingkan catatan ini dengan logbook, jadwal jaga, serta data operasi pelabuhan. Jika ditemukan pelanggaran berulang (misalnya istirahat kurang dari 6 jam atau jeda lebih dari 14 jam), hal ini dicatat sebagai non-conformity (ketidaksesuaian). Pemalsuan data dianggap pelanggaran berat terhadap MLC.
5. Pengecualian dan Kompensasi
Pengecualian diperbolehkan hanya dalam situasi darurat yang berkaitan dengan keselamatan:
kecelakaan atau ancaman terhadap kapal, kargo, atau awak;
keterlibatan dalam operasi penyelamatan;
latihan keselamatan wajib.
Kapten wajib mencatat semua pengecualian dan memastikan istirahat pengganti diberikan secepatnya. Pelanggaran yang terjadi secara rutin tanpa kompensasi dianggap sebagai ketidakpatuhan sistemik terhadap peraturan internasional.
6. Perwira dan Anak Buah Kapal: Batas Sama – Pola Kerja Berbeda
Batas waktu istirahat sama untuk semua peringkat, tetapi pola kerja berbeda tergantung tanggung jawab.
ABK (ratings) biasanya bekerja dengan sistem jaga — 4/8, 6/6, atau jaga pelabuhan 12/12 — dengan pencatatan jam kerja per jam.
Perwira (officers) selain jaga, juga menjalankan tugas administratif dan teknis seperti perencanaan perawatan, pelaporan, dan komunikasi dengan otoritas pelabuhan.
Tugas tambahan ini tidak membebaskan dari kewajiban MLC dan STCW. Setiap pelaut, tanpa memandang jabatan, harus memiliki setidaknya 10 jam istirahat per hari dan 77 jam per minggu.Tanggung jawab berbeda — hak istirahat yang sama.
7. Situasi Operasional yang Kompleks
Rute pelabuhan padat. Frekuensi bongkar-muat yang tinggi membuat jadwal istirahat sulit dijaga. Solusi: redistribusi tugas, penjadwalan ulang latihan, atau penambahan awak kapal.
UMS (Unmanned Machinery Space). Panggilan malam bisa memutus istirahat berkelanjutan, sehingga istirahat pengganti wajib diberikan.
Operasi DP (offshore). Beban kerja mental tinggi menuntut disiplin dalam menjaga minimal 6 jam istirahat tanpa gangguan.
Latihan dan alarm. Diperbolehkan kapan saja, tetapi tidak boleh terus-menerus mengganggu waktu istirahat.
8. Peran Serikat Pekerja
Serikat pelaut seperti ITF, IBF, dan federasi nasional memiliki peran penting dalam memastikan kepatuhan terhadap ketentuan istirahat:
menetapkan format pencatatan waktu kerja dan istirahat,
memastikan pemberian waktu istirahat pengganti,
memasukkan ketentuan sanksi dalam perjanjian kerja kolektif (CBA).
Pada kapal yang berada di bawah perjanjian ITF, pelanggaran terhadap aturan istirahat dicatat sebagai non-conformity, dan perusahaan wajib memperbaikinya, termasuk dengan penyesuaian jadwal atau peningkatan jumlah awak.
9. Tanggung Jawab dan Pengawasan
Kapten bertanggung jawab atas penerapan jadwal istirahat dan keakuratan catatan.
Perusahaan atau manajer kapal bertanggung jawab atas kecukupan jumlah awak dan sistem kerja yang memungkinkan kepatuhan.
Inspektur PSC/MLC menilai tidak hanya dokumen, tetapi juga kondisi kerja aktual di kapal.
Jika ditemukan pelanggaran sistemik, kapal dapat ditahan sampai permasalahan diperbaiki.
10. Parameter Utama (Ringkasan)
ParameterBatas Minimum MLC/STCWKeteranganIstirahat per 24 jam | ≥ 10 jam | maksimal 2 periode Istirahat per 7 hari | ≥ 77 jam | harus dipatuhi terus menerus Salah satu periode | ≥ 6 jam | jeda ≤ 14 jam Pelaut di bawah 18 tahun | ≥ 12 jam | aturan lebih ketat Latihan & darurat | diperbolehkan | wajib kompensasi
11. Kesimpulan
Aturan waktu istirahat bukanlah birokrasi — melainkan fondasi keselamatan di laut. MLC dan STCW memberikan standar minimum, tetapi penerapan nyatanya tergantung pada bagaimana perusahaan dan awak kapal:
merencanakan jadwal kerja secara realistis,
mencatat jam kerja dan istirahat dengan jujur,
memberikan kompensasi ketika terjadi pelanggaran.
Dengan penerapan yang benar, kapal dapat beroperasi efisien, sementara pelaut tetap waspada, sehat, dan terlindungi sesuai dengan hukum maritim internasional.